Abstract
Kondisi seseorang yang memiliki kecacatan fungsi dari anggota tubuh disebut dengan tunadaksa.
Seseorang yang men yandang tunadaksa tentu terbatas dalam mobilitas serta aktivitasaktivitasnya. Keterbatasan fisik tersebut dapat memunculkan perasaan kurang percaya diri atau
minder, namun bukan berarti hal tersebut dapat menghalangi seseorang untuk mencapai mimpimimpinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengalaman psikologis perjuangan
tunadaksa dalam mencapai superioritas. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif
dengan pendekatan fenomenologi kepada seorang penyandang tunadaksa. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa subjek merupakan penyandang tunadaksa yang berasal dari keluarga broken
home. Kondisi keluarga dan fisik yang dimiliki subjek membentuk perasaan-perasaan inferior
seperti iri, sedih, dan tertekan. Sehingga perasaan inferior tersebut mendorong subjek menjadi
pribadi yang superior, yaitu dengan berjuang untuk mencapai tujuan hidupnya.